Kamis, 30 Mei 2013

Sampai Habis Air mataku


                                              Sampai habis air mataku
            “Aku akan selalu merindukanmu sampai kapanpun”. Itulah kata yang aku lontarkan untuknya ketika ia telah pergi untuk terakhir kalinya. Sebut saja namaku Angelina aku biasa di panggil Angel. Entah kenapa aku melontarkan kata itu untuknya di saat aku tau kelak aku tak akan lagi mampu untuknya. Aku mencintainya seperti aku mencintai diriku sendiri, mungkinkah dia cinta terakhirku? Mungkin tidak, Aku ini siapa untuknya? Aku Bukan siapa siapa untuknya.
            Kejadian ini bermula beberapa hari yang lalu, dimana saat aku di vonis mengidap kanker Mata, saat itu aku malu untuk bertemu siapa siapa karena keadaanku yang tak mungkin lagi sempurna untuk melihat, meski aku masih bisa melihat tapi tidak dengan jelasnya pandangan itu.
            Pagi itu aku terbangun untuk kesekolah berharap hari itu adalah hari bahagia untukku, pagi indah aku lewati dengan senyuman. Tapi, sesampai aku di sekolah kepalaku mulai pusing dan terasa ingin pecah berkeping keeping aku pun tak konsen mengikuti pelajaran waktu itu. Tuhan, ada apa denganku? Gelisah dalam hatiku. Aku pun sempat berfikir untuk berfikir fositif aku mengira hal itu adalah sakit biasa saja. Istirahat pun tiba, aku tak bersama sahabatku tian untuk jajan kekantin sekolah. Aku masih saja tetap menahan sakit di kepalaku. Saat ku buka Internet buat mencari solusi menghilangkan sakit pada kepalaku ini, aku terkejut. Saat di salah satu artikel itu membahas kanker mata. Aku pun sempat gelisah dengan itu tapi aku baca sedetail mungkin ternyata tidak seperti fikiranku ini.
            Lelah aku mencari solusi untuk menghilangkan sakitku ini. Aku pun tak bisa lagi memegang Gadget yang aku pegang untuk membuka Internet seakan akan Gadget itu sangat berat di tanganku. Gadget itu pun sempat jatuh dari tanganku, perasaanku semakin tidak enak saat itu. Aku pun mulai sadar ketika bel Pertanda masuk belajar untuk pelajaran selanjutnya. Aku pun memasang muka ceria kepada sahabatku walau sulit lagi untuk tersenyum karena menahan sakit ini.
            Pelajaran pun di mulai Matematika kembali di lanjutkan, saat itu aku pun di tunjuk naik kedepan untuk menjawab soal. Jangankan menulis, jalan menuju kedepan saja bagaikan 10KM dari tempatku. Aku pun paksakan untuk naik menjawab soal dari ibu guru itu. Saat aku mulai menulis entah kenapa kepalaku terasa sakit bukan main. Ah, aku tidak fikirkan aku Cuma berfikir bagaimana cara menjawab soal ini dengan cepat agar aku bisa duduk kembali.
            Di sela sela aku menjawab soal di atas. Kenapa hidungku terasa panas? Aku pun baru menyadari aku mimisan saat darah itu menetes ke lantai aku pun menutup hidungku dengan sapu tangan di kantong bajuku. Dengan menjawab soal itu aku pun menahan sakitnya kepala dan juga menutupi hidungku yang sedang berdarah. Soalpun telah aku kerjakan, akhirnya aku bisa kembali lagi duduk. Sempat teman temanku bertanya aku kenapa menutup hidungku, aku Cuma menjawab aku lagi influensa. Di saat aku berjalan menuju tempatku duduk kenapa mataku terasa panas pandangan tak jelas lagi untuk melihat. Sesampainya aku di tempatku di dalam hatiku Cuma bertanya apa aku mengidap kanker yang aku baca tadi itu? Ah, tidak mungkin. Aku pun coba menghilangkan fikiran negatifku di dalam fikiranku.
            Bel pulang pun tiba, kakakku pun menjemputku untuk pulang. Aku pulang dengan senyuman yang ku lontarkan kepada kakakku. Sesampaiku di dalam kamarku, entah mengapa sakitku belum juga hilang, aku pun berisiniatif untuk tidur sejenak. Saat aku tau aku tidur terlalu nyenyak tepat pukul 21:22 aku baru bangun. Ya tuhan, kenapa aku tidur selama ini. Saat aku bangun aku pun melihat hidungku penuh darah yang tak aku sadari. Darah itu pun sempat membuatku kaget ketika saat aku lihat di tempat tidurku banyak darah. Aku pun mengira aku mungkin sedang menstruasi, tapi kenapa jika aku menstruasi kenapa bukan darahnya di bawahku tapi mengapa di daerah kepalaku pada tempat tidur itu. Mungkinkah itu darah dari hidungku? Ah. Itu bohong. Aku pun membersihakn sprai itu. Besoknya tepat hari libur aku di bawah kerumah sakit untuk periksa karena Tian sahabatku mengadu kepada kakakku kalau kemarin aku mimisan. Di rumah sakit itu aku ketakutan. “ Kenapa aku di bawah kesini kakak? Aku baik baik saja. Aku sehat kok” ujarku kepada kakakku. Tapi kakakku menanggapinya dengan senyuman. Dokter pun tiba. Entah kenapa aku tiba tiba takut dengan dokter padahal aku sendiri ingin menjadi dokter. Kenapa sekarang aku takut dengan dokter? Aku pun di periksa, mulutku di periksa dan darahku di ambil untuk uji tes laborotorium. Dan hasilnya keluar besok. Dalam hatiku mulai takut. Ada apa dengan diriku,tuhan?
            Seperti pagi pagi yang lalu aku pun berangkat kesekolah. Hari ini di sekolah tidak seperti kemarin hari ini aku sedikit ceria. Aktif kembali dalam pelajaran. Pulang sekolah aku pulang bersama Sahabatku Tian, kebetulan rumah kami saling berhadapan. Sepulang sekolah aku terima surat dari rumah sakit kebetulan rumah sedang sepi Mbak yanti pun lagi di dapur menyiapkan makanan. Aku curi curi tempat untuk melihat isi dari surat hasil tes lab itu. Sebelum ku membuka surat itu perasaanku pun mulai tidak enak. Tuhan semoga ini tidak kenapa kenapa, ujarku dalam hati.
            Perlahan lahan aku mulai membuka isi surat itu. Terlihat nama lengkapku terpampang di isi surat itu dan juga golongan darah dan umurku, saat aku melanjutkan membaca isi surat itu, hatiku mulai ketakutan “ada apa denganku? Tuhan semoga ini tidak ada apa apa”
            Saat kumulai melanjutkan membaca, ternyata isi surat selanjutnya membuatku meneteskan air mata. Benar firasatku  saat di sekolah waktu itu. Aku di vonis menderita Kanker Mata stadium 1. Bibiku pun pulang dari kantornya. Bibiku bertanya kepadaku apa isi surat itu. Aku pun berbohong agar bibiku tak mengetahui sebenarnya aku mengidap kanker. Aku Cuma bilang kepada bibiku kalau aku baik baik saja. Dan bibiku pun bertanya kenapa aku menangis, lagi dan lagi aku berbohong aku Cuma bilang kalau aku senang karena aku baik baik saja dengan senyumanku lontarkan kepadanya. Bibiku pun mulai meninggalkan aku di pojok ruang keluarga itu. Aku pun segera masuk kekamarku.
            Dalam kamarku aku Cuma bisa menangis dan bertanya Tanya kenapa aku bisa begini kenapa aku mengidap kanker? Memang beberapa bulang yang lalu aku pernah di vonis mengidap tumor jinak tapi itu bisa disembuhkan. Tapi, aku semakin sakit hati jika orang orang tau kalau aku mengidap kanker ini. Aku pun memutuskan untuk menyembunyikan penyakitku dari keluargaku. Terutama mamaku, aku tak tega memberitahu kepada mamaku kalau aku menderita penyakit ini. Apalagi aku juga Cuma anak tunggal di keluargaku.
            Walaupun aku menderita penyakit ini aku tetap melontarkan senyum kepada keluargaku, aku pun tetap selalu bercanda dengan kakakku yang aku anggap sebagai kakak kandungku. 1 bulan aku menyembunyikan hal ini dari keluargaku. Surat panggilan dari rumah sakit untuk melakukan kemoterapi aku bakar biar tidak ada yang tau penyakitku ini. Aku sungguh malu dengan sikap dan sifatku aku sudah mulai berbohong kepada keluargaku.
            Selama aku di vonis kanker tersebut aku rajin untuk ke gereja hampir setiap hari aku kegereja, keluargaku pun sempat curiga kenapa aku terus kegereja? Aku Cuma menanggapi aku ingin lebih dekat dengan tuhan. Beberapa hari kejadian itu aku pun mulai bersemangat kembali aku seperti tak menderita penyakit apapun. Dua bulan kemudian, sakitku pun kembali datang menyerangku. Kepalaku mulai sakit kembali dan pandanganku tak jelas lagi. Aku pun kembali ke rumah sakit untuk periksa ternyata penyakitku memasuki Stadium 2. Aku semakin tertekan karena itu. Tuhan apa mungkin aku akan berhenti bernafas? Tuhan kenapa cobaanmu kepadaku semakin banyak. Aku pun tak tahan lagi untuk meneteskan air mata. Orang yang tau aku menderita penyakit ini Cuma orang yang aku cintai saja, yaitu pacarku. Dia juga kaget saat mengetahui hal ini. Aku juga menyuruhnya untuk menyembunyikannya dari siapapun tapi dia bertekat untuk beritahu mamaku. Aku tetap melarangnya. Setelah kejadian itu dia semakin perhatian kepadaku.


            Perlahan lahan sahabatku Tian pun mengetahuinya saat dia membaca kumpulan puisiku. Aku memang selalu membuat puisi untuk diriku sendiri. Aku pun menangis di depannya saat dia tau hal ini. Aku memohon kepadanya untuk menyembunyikannya dari siapapun.
            Tak berhentinya aku terus menangis dan terus menangis karena hal ini. Aku takut kalau hal ini terbongkar oleh keluargaku. Aku takut sampai kapan aku terus menangis? Aku sudah terbayang bayang oleh luka di hati keluargaku jika mereka mengetahui hal ini. Beberapa hari ini aku selalu menangis, aku terus di kamar untuk merenung menuliskan kisah hidupku dan membuat puisiku. Entah sampai kapan aku menyembunyikan hal ini. Aku juga menolak untuk berobat walau kekasih dan sahabatku menyaranku untuk memberitahu kepada keluargaku dan juga melakukan perawatan. Sungguh aku tidak sanggup kalau harus mengikuti lagi kemoterapi, aku penah juga melakukan kemoterapi saat tumor itu menyerangku tapi bersyukur aku pun dapat di sembuhkan tapi aku tidak yakin dengan Penyakitku kali ini. Aku tak ingin melihat kesedihan di mata keluargaku, biarkan air mataku saja yang mengalir untuk diriku sendiri. Sampai saat ini saja aku tak memberitahukan kepada keluargaku tentang penyakitku ini. Aku pun mulai mengurung diri. Dan terus menangis. Terlebih juga kekasihku yang aku cintai saat ini tak ada kabar untukku. Sungguh berat penderitaanku aku merasa kotor bersama mereka yang sehat dan baik baik saja.
            Hari demi hari aku lewati dengan tangisan, mungkin hal ini yang bisa aku ungkapkan demi melegakan hatiku yang penuh dengan air mata kesedihan. Entah sampai kapan air mataku ini Berhenti mengalir. Mungkin SAMPAI HABIS AIR MATAKU.